Segala konten yang ada dalam halaman ini, baik itu video maupun foto bukanlah hak cipta milik halaman nikmat.
Apabila ada keterkaitan (kesamaan) foto maupun video pada halaman ini, mohon email: muntr.husk@gmail.com untuk segera dilakukan penghapusan konten tersebut dengan mengirimkan bukti bahwa itu merupakan foto atau video milik anda. Kirimkan pula tujuan url pada halaman ini, untuk mempercepat penghapusannya. Kerahasiaan anda akan dijamin aman. Terima kasih.
       
   

Bercinta Di Waktu Muda

Saat itu saya baru kelas 3 SD, jadi belum tahu apa-apa tentang seks. Apalagi berhubungan badan. Umur saya waktu itu kira-kira masih 9 atau 10 tahun. Jadi saya rasa pembaca sekalian pun mengerti kalau di saat-saat usia seperti itu boleh dibilang kita tidak tahu apa-apa. Betul tidak? Sewaktu saya kecil seperti itu, saya tinggal di desa SB dengan kakek dan nenek saya. Memang dari umur 1 sampai kira-kira 12 tahun saya tidak pernah tinggal bersama orang tua saya. Boleh dikatakan di sana saya hidup tanpa teman, soalnya desa saya dulunya mayoritas penduduk pribumi, sedangkan saya non pribumi. Jadi hanya sebagian yang mau berteman dengan saya.

Karena apabila pulang sekolah saya tidak ada teman bermain, saya sering bermain sendiri atau kadang-kadang pergi ke rumah tetangga sebelah bermain-main. Tetangga sebelah saya juga mempunyai seorang anak dan jarang bergaul. Jadi kami selalu bermain bersama. Oh ya saya lupa, anak tetangga sebelah saya itu adalah seorang cewek manis dengan rambut panjang dan memiliki tinggi lebih dari saya. Dan satu lagi, umur dia lebih tua dari saya 2 tahun. Jadi pada saat itu, dia masih berumur kira-kira 13 tahun. Memang benar kata guru Biologi saya bahwa umumnya cewek lebih cepat dewasa ketimbang pria.

Hampir setiap hari saya main ke sebelah, dan orang tuanya juga baik kepada saya. Ya mungkin juga gara-gara anaknya jarang bergaul. Jadi mereka selalu senang kalau melihat saya bermain-main dengannya. Cewek teman saya bermain ini, kita sebut saja bernama Siska. Sering ditinggal sendiri di rumah, karena ibunya adalah seorang bidan yang setiap hari jarang di rumah. Sedangkan ayahnya adalah seorang pekerja. Jadi otomatis kalau ibunya pergi dia tinggal sendirian di rumah. Karena dia sering sendiri, kadang-kadang dia datang ke rumah saya untuk mengajak saya bermain di rumahnya. Terang saja saya mau, soalnya di rumahnya selain banyak permainan, juga bebas karena tidak ada orang yang melarang. Karena keseringan saya bersamanya, kami sudah tidak ada perasaan malu satu sama lain. Kami juga sering menonton acara TV berdua dan seingat saya waktu itu masih belum ada banyak saluran. Hanya ada TVRI saja. Bila di rumah sedang kosong, kami habiskan waktu dengan bermain-main, seperti main catur, main rumah-rumahan dan bila sudah bosan kami duduk berdampingan nonton TV bersama. Apabila nonton film horor saya sangat senang karena apabila dia ketakutan kami sering berpelukan. Karena dia lebih tua dari saya, tak jarang saya mendapat pelajaran tentang apa saja darinya.

Saya ingat pada suatu siang karena kecapaian bermain, saya tertidur di kamarnya. Mungkin karena dia juga kecapaian dia tidur juga di samping saya dan ketika saya bangun saya merasakan tangan saya sudah memegang sesuatu yang lembut dari tubuhnya dan ketika saya lihat ke samping ternyata tangan saya sedang memegang dadanya yang pada saat itu masih belum membesar tapi sudah lumayan untuk dinikmati. Karena belum mengerti apa-apa saya menggerakkan tangan saya untuk menggeser agar tidak mengganggu tidurnya, namun tangannya yang lembut tiba-tiba menangkap tangan saya agar tetap berada di dadanya. Sambil menggerak-gerakkan tangannya yang menangkap tangan saya di dadanya, saya lihat dia sepertinya keenakan. Dan walaupun saya waktu itu belum mengerti tentang yang begituan, tapi naluri saya mengatakan untuk terus melanjutkan kegiatan itu tanpa dikomando. Saya pun meletakkan tangan saya satu lagi ke payudaranya dan meremas-remasnya perlahan. Walaupun dia masih dalam keadaan tidur dan berpakaian lengkap. Namun sensasi yang saya rasakan waktu itu begitu indah. Bahkan kemaluan saya bisa berdiri sangat tegang.

Dia yang sudah merasakan bahwa tangan saya telah bergerak sendiri pun mulai melepaskan genggamannya pada tanganku dan membiarkan tangan saya bergerak sendiri. Kemudian tangannya bergerak menuju ke batang kemaluan saya yang sudah berdiri tegak tetapi karena waktu itu saya masih kecil, jadi batang kemaluan saya juga kecil dan masih botak. Saya terang saja kaget, karena dia tiba-tiba mengeluarkan kemaluan saya dan menggenggamnya. Saya waktu itu tidak mengerti apa maunya dan tidak pernah mengerti soal bagituan. Namun semakin lama saya semakin merasakan nikmat yang susah dilukiskan dengan kata-kata. Saya melihat dia telah membuka matanya dan melihat dia tersenyum melihat wajah polos saya yang tidak mengerti soal begituan. Dia kemudian dengan tangan satunya lagi mengangkat kaosnya ke atas dan sekarang hanya tinggal kaos kutangnya saja. Tangan saya yang kembali diam ditariknya kembali ke perutnya yang telanjang dan mengusap-usapkannya. Saya pun mulai mengusap-usap perutnya yang berkulit halus dan putih itu, karena saya merasakan bahwa kulitnya sangat enak dielus.

Dia yang tahu kalau saya sejak kecil tidak pernah tinggal bersama orang tua kemudian bertanya, “Tango, apakah kamu pernah minum ASI?” saya hanya menggeleng dan terus menikmati usapan tangan saya dan genggaman tangannya di batang saya. “Apakah kamu mau mencoba?” saya mengangguk dengan cepat, karena seumur-umur saya tidak pernah merasakan. Dia pun kemudian membuka kaos kutangnya dan terlihat olehku sepasang bukit yang tidak begitu tinggi mencuat ke atas. Kemudian dia menghentikan aktifitasnya dan duduk bersila bersandar di dinding. Dengan bertelanjang dada dia kemudian mengambil kepala saya dengan lembut dan ditariknya agar rebah di pangkuannya dan setelah saya rebah dengan kepala tepat berada di pangkuannya. Dia kemudian memegang payudaranya yang sebelah kanan dan menyodorkannya ke mulut saya. Saya kemudian pun menghisap-hisap payudaranya. Dia tertawa kegelian dan kembali menangkap batang kemaluan saya dan mempermainkannya kembali.

“Kak, kok nggak ada susunya”, protes saya waktu itu.
“Kita kan sekarang lagi main rumah-rumahan, jadi kita ecek-ecek aja.”
Saya pun mengangguk dan kembali menghisap payudaranya yang masih berwarna merah muda itu.
“Nah, sekarang saya berperan jadi mama, dan kamu anak mama yang masih kecil jadi kamu harus nurut”, katanya lagi dan saya tetap setuju walau saya kurang mengerti arah permainannya.

Tapi saya tidak perduli karena sepertinya permainan rumah-rumahan seperti begini yang baru pertama kali kami mainkan sepertinya sangat menarik dan mengasyikkan. Karena batang kemaluan saya terus dipermainkan dengan tangannya, tiba-tiba saya merasakan seperti ingin kencing. “Siska, eh, mama saya mau kencing.” Dia pun menghentikan kegiatannya dan kemudian mengangkat kepala saya kemudian berkata, “Oke… sekarang mama bawa kamu ke kamar mandi dan sekalian mandi yah.” Saya kembali mengangguk. Sesampai di depan pintu kamar mandi, dengan masih bertelanjang dada dia kemudian membuka semua pakaian saya. Saya hanya menurut, dan kini saya tanpa sehelai benang pun yang menutup ditariknya tangan saya ke kamar mandi, dia pun kemudian menutup pintu dan mulai membuka celananya plus CD-nya. Kini untuk pertama kalinya saya melihat dia telanjang bulat di depan saya. Entah kenapa kemaluan saya yang tadi sempat turun, kembali naik setelah melihat dia jongkok untuk pipis sehingga kemaluannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu halus terlihat jelas.

Liang kemaluannya yang kemerah-merahan membuat saya terbengong. “Lho, katanya mau kencing?” katanya sambil tersenyum dan kembali memandang junior saya yang sudah naik tinggi. Saya pun kemudian berjalan menuju klosetnya dan kencing di sana, tapi kencing saya sedikit saja. Setelah selesai bahu saya kemudian dipegangnya dan kemudian dia membalikkan tubuh saya dan kembali terlihat oleh saya teman bermain saya yang kini berperan sebagai ibu dengan rambut diikatnya ke atas dengan tanpa busana. Kemudian dia pun mulai memandikanku seperti seorang ibu memandikan anaknya atau bila boleh dikata memandikan suaminya, sebab dia selalu saja memegang kemaluan saya.

Setelah selesai memandikan saya, saya dimintanya untuk menunggu sebentar dan duduk di kloset karena dia bilang kalau sekarang giliran mama yang mandi. Saya hanya duduk dan melihat dia mandi. Setelah ia selesai membersihkan badannya. Dia kemudian berjalan menuju saya dan berkata, “Sstt… sekarang ceritanya kamu sudah besar dan sedang mandi dengan istrimu”, kemudian dengan sikap jongkok dia kembali sekali lagi menggenggam batang kemaluan saya dan kali ini dia masukkan ke mulutnya yang mungil, sambil dikocok-kocok dan mengulumnya. Saya merasakan geli dan nikmat menjadi satu. Kemudian entah naluri dari mana tangan saya berusaha menggapai payudaranya. Melihat tangan saya bergerak dan berusaha menggapai payudaranya tapi tidak sampai karena Siska sedang berjongkok, dia pun kemudian naik dan membungkuk dengan mulut tak lepas dari batang kemaluanku dengan maksud agar tanganku sampai ke dadanya.

Setelah sampai saya pun meremas-remas dadanya. Setelah lama bermain dengan gaya begitu, dia kemudian berdiri, dan menyuruh saya agar ikut berdiri. Saya kembali hanya mengikutinya karena saya menganggap permainannya kali ini sangat menarik. Dia kemudian menyandarkan saya ke dinding kemudian saya lihat wajahnya sangat dekat ke wajah saya. Saya sering melihat adegan berciuman di TV, maka saya pun ingin merasakan berciuman dan saya rasa dia juga demikian. Maka sedetik kemudian kami sudah saling mengulum walaupun pada saat itu kami tidak mengerti caranya. Kami hanya saling mengisap dan mengulum. Karena saya waktu itu lebih rendah beberapa centi darinya. Jadi sewaktu ia menciumku, tubuhnya sangat rapat dan saya dapat merasakan payudaranya menekan ke dada saya, sedangkan di bawah saya merasakan kalau pinggulnya bergerak maju mundur, sebab saya waktu itu bisa merasakan kalau batang saya yang sudah tegak itu bergesekan dengan selangkangannya yang maju mundur.

Setelah puas berciuman tanpa bicara dia kemudian memegang kemaluan saya dan mengarahkan ke liang kemaluannya. Namun pada saat itu saya rasa dia telah mengerti soal keperawanan sedangkan saya tidak tahu apa-apa (yang penting enak) dia hanya memasukkan sedikit batang kemaluan saya ke liang kemaluannya. Hanya kira-kira 1/3 dari panjangnya dia genggam dan masukkan ke lubang kemaluannya. Kemudian setelah dia taksir tepat, dia pun mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga tepat 1/3 bagian yang masuk ke lubangnya. Waktu itu saya melihat dia seperti merasakan kenikmatan yang luar biasa karena berkali-kali dia mendesah dan mendesis.

Setelah beberapa menit saya merasakan ada cairan hangat membasahi batang kemaluan saya dan saya melihat dia berhenti dari aktifitasnya sesaat dan kemudian mencabut kemaluan saya. Dia kemudian mencolek sedikit cairan yang keluar dari lubang kemaluannya dan menciumnya. “Ini apa yah? kok bisa keluar dari memekku?” tanyanya kepada saya. Terang saja saya tidak tahu dan saya pun ikut mencolek sedikit dari kemaluannya. Sewaktu jari saya mencolek kemaluannya saya melihat dia mengejang sedikit, mungkin saat itu saya menyentuh klitorisnya. Dan saya pun menciumnya, “Nggak tahu yah, kok kental gini. Memangnya sebelumnya nggak pernah keluar?” dia hanya menggeleng. “Sudah dech, nggak pa-pa, entar juga tahu sendiri”, katanya santai.

Kemudian dia pun membersihkan kemaluannya. Melihat saya masih terbengong dia pun kemudian menarik saya dan membersihkan batang kemaluan saya. Pada saat dia membersihkan, dia seperti mengocok-ngocok kemaluan saya dan kemudian menyiramnya dengan air, namun tak lama kemudian saya kembali merasakan mau kencing, “Siska, saya mau kencing nih.”
“Ah.. kamu kan tadi baru kencing masa kencing lagi”, jawabnya dengan tangan tetap membersihkan kelamin saya.
“Sis, udah nggak tahan nih, udah mau keluar”, ucap saya sambil menahan sesuatu yang akan keluar.
“Keluarkan aja kalau memang ada”, tantangnya.
Dan currr… akhirnya saya tidak dapat menahannya dan kami berdua kembali terkejut dan saling memandang satu sama lain setelah apa yang tadi saya keluarkan habis. Sejenak saya bagai terbang ke awang-awang.

“Lho, kok kencing kamu warnanya lain?” tanyanya kepada saya.
Saya hanya mengangkat bahu.
“Sama seperti tadi, eh, kok ini kamu mengecil?” tanyanya lagi sambi menunjuk ke kemaluanku.
Saya kembali mengangkat bahu dan menjawab, “Nggak tahu yah… tapi waktu tadi yang putih-putih itu keluar rasanya kok enak sekali”, kali ini saya memberi respon.
“Iya, saya tadi juga merasakan kayak gitu”, katanya.
“Mungkin ini sebabnya orang dewasa suka kayak gitu”, sambungnya memberi alasan.
“Maksudnya?” tanyaku tak mengerti.
“Iya soalnya waktu tante saya datang dari Medan, waktu malam saya nggak sengaja liat tante sama suaminya sedang memasukkan kelaminnya seperti yang kita lakukan tadi, terus setelah saya intip lama, kemudian tante sama paman sama-sama bilang, Ahhh… dan kemudian mencabutnya, mungkin itu rasa nikmat karena cairan kayak gini keluar”, Siska menjelaskan panjang lebar.
“Ooo… tapi rasanya enak lho, lain kali kita main kayak gini lagi mau?” ajak saya.
“Ok, tapi kata mama saya, saya nggak boleh masukkan sesuatu ke memek saya dalam-dalam, katanya entar bisa berdarah, jadi saya takut. Tapi lain kali kita mainnya kayak tadi aja yah?”
Kali ini saya setuju dan mengangguk cepat.

Kemudian kami mandi sekali lagi dan berpakaian kembali.
“Eh, Tango lu jangan bilang siapa-siapa yah tentang yang kita lakukan tadi, entar kita bisa dimarahin”, larangnya.
“Ok dech, tenang aja… habis mandi enaknya ngapain yah?”
“Yuk kita nonton TV aja, sambil nunggu mamaku pulang.”
Dan kami pun menonton acara kartun di TV yang pada saat itu sedang menayangkan kartun Kura-Kura Ninja. Setelah kartunnya habis, tak lama kemudian mama Siska pulang, dan saya pun mau pulang untuk belajar. Karena rumah saya hanya di sebelah dan hanya dibatasi pagar batu rendah, saya pun biasa pulang dengan memanjat pagar itu. Setelah sampai di atas pagar saya dengar Siska berteriak, “Tango, besok-besok kita main rumah-rumahan lagi yah?” Saya kemudian mengangguk dan mengacungkan jempolku kepadanya.

Nah, setelah kejadian itu saya semakin sering ke rumahnya, namun karena mamanya sekarang jarang keluar siang, jadi kami jarang bermain, dan seingat saya, saya hanya sempat bermain seperti itu empat kali dengannya dan selama kami bermain rumah-rumahan, keperawanannya tetap terjaga. Karena waktu saya umur 13 tahun, nenek saya dipanggil Tuhan. Dan saya pun dibawa kembali bersama orang tua saya dan melanjutkan sekolah saya di kota M, dan sampai sekarang saya jarang pulang ke desa SB dan bila saya ke sana saya sudah tidak pernah berjumpa Siska. Kata keluarganya dia ikut tantenya keluar kota. Dan pernah suatu kali saya pulang ke SB dan bertemu dengannya, kami hanya senyum-senyum tanpa berbicara, sebab kami berdua sepertinya malu kalau mengingat kejadian sewaktu kami belum mengerti apa-apa.

***TAMAT***

Liburan Panjang Yang Mengasyikkan

Namaku Andi, aku mau menceritakan pengalamanku waktu liburan tahun lalu. Aku kuliah di universitas swasta di Jakarta semester lima. Pacarku Nita, teman satu kampus. Aku sudah sering “ngeseks” bareng dia soalnya aku dan nita punya satu kesamaan, gampang horny.

Singkat cerita aku pulang ke kampung di Palembang, kebetulan sedang libur panjang dan lagi bosan dengan suasana Jakarta. Itung-itung refreshing. Aku tinggal di rumah pamanku di pinggiran kota Palembang, di pinggiran sungai Musi. Di sana aku mendapat kebiasaan baru, ngintipin cewek-cewek yang ke sungai tiap sore. Walaupun nggak ada acara bugil-bugilan, tapi aku memang lebih suka meliat cewek yang setengah tertutup daripada yang bugil sama sekali. Rasanya lebih seksi dan bikin penasaran.

Suatu sore, aku melihat ada seorang cewek yang lumayan manis, kulitnya coklat, body bahenol, tapi kalau dia sedang tersenyum, rasanya jantung ini mau copot. Aku mencari info sama sepupuku dan akhirnya ketahuan kalau namanya Aminah. Dua hari kemudian, kebetulan siang itu Aminah sedang belanja ke warung di sebelah rumah pamanku, kesempatan nih buat kenalan. Akhirnya dengan berpura-pura membeli rokok aku kenalan sama dia. Ternyata dia sudah setahun lulus SMA, terus nggak dilanjutin lagi karena masalah biaya. Maunya dia sih langsung kerja tapi belum dapat akhirnya sementara itu dia di rumah membantu ibunya. Aku mulai mendekatinya, ngobrol dengannya, kadang aku nekat “nyamperin” dia ke rumahnya kalau malam. Untungnya orang tuanya kenal dengan pamanku, jadinya lancar aja deh.

Dalam hitungan hari, rasa cintaku sama dia bertambah dan aku tahu kalau dia juga suka padaku.Suatu malam, kuajak dia jalan-jalan di kota, lalu nonton ke bioskop. Tadinya sih dia nolak, alasannya sih takut kemalaman. Cuma setelah dibujuk-bujuk dia mau juga. Di dalam bioskop kuambil kursi yang pojokan baris atas dengan alasan supaya nontonnya lebih jelas padahal sih.. Untungnya bioskop agak sepi, soalnya hari biasa bukan malam minggu. Waktu itu kami nonton film drama, aku lupa judulnya, tapi yang jelas adegan “kiss-kissan” dan romantisnya pasti ada lah. Pas adegan itu, aku melirik ke sebelah melihat reaksi dia, sepertinya sih dia agak risih. Mungkin karena nontonnya bareng aku kali. Aku agak ngeri juga mau ‘gerilya’ soalnya kalau dia nggak suka urusannya bisa berabe nanti.

Akhirnya dengan sedikit nekat kurangkulkan tanganku ke bahunya. Awalnya dia terkejut, tapi dia diam saja. Lampu hijau nih pikirku, tapi pelan-pelan aja lah. Selang beberapa lama, bahunya kutarik supaya merapat padaku, dan dia diam aja. Kuberanikan untuk memegang tangannya, mencium rambutnya, kubelai-belai dengan lembut, sambil sesekali kucium dahinya. Dia ternyata juga memberi reaksi dengan meremas lembut tanganku.

Kupanggil namanya, “Minah..,” dia melihat ke arahku.
“Abang sayang sama Minah.”
Dia tersenyum malu, menundukkan muka tanpa bilang apa-apa. Lalu kuangkat dagunya, dan dengan lembut kukecup bibirnya. Dia pun membalas dengan lembut. Cukup lama kami berpagutan, tanganku mulai bekerja langsung meraba payudaranya. Dia tersentak kaget, karena mungkin baru pertama kali payudaranya disentuh laki-laki.
“Jangan, Bang..” katanya sedikit memohon.
Aku hanya tersenyum dan berkata, “Sorry deh, Abang kelepasan.”
Dia pun mengangguk mengerti. Dalam hati aku berkata susah juga nih cewek, butuh perlakuan khusus nih.

Lalu kurangkul dia kembali sambil kubelai lembut lengan dan bahunya. Sesekali kucium rambutnya yang agak panjang tergerai hingga mendekati daerah leher dan telinganya. Ia sedikit bergerak karena geli, namun aku tahu semakin lama ia akan semakin terangsang. Dengan sedikit kesabaran dia terus kuperlakukan dengan lembut, menunggu saat yang tepat. Hingga akhirnya kukecup lagi bibirnya dan seperti dugaanku ia membalas dengan sedikit agresif dibanding kecupan yang pertama.

Tanganku mulai naik dari arah pinggang merambat perlahan hingga ke payudaranya tanpa ada reaksi penolakan. Kuusap lembut payudaranya yang masih kencang sambil terus mengecupnya. Nafasnya mulai memburu menikmati permainan tanganku. Lalu bergantian kedua payudaranya kuremas dengan lembut.Setelah puas merambah kedua gunung yang masih perawan, tanganku mulai turun ke arah paha dan mengelusnya dengan lembut. Secara perlahan rabaanku mulai naik ke daerah selangkangannya. Ia sedikit merapatkan pahanya, namun aku tidak peduli karena kesempatan seperti ini sulit didapat. Dengan sedikit memaksa, kusentuh kelaminnya. Karena saat itu ia memakai celana panjang dari bahan kain, lekuk vaginanya masih terasa kuraba. Dengan mengira-ngira kuelus bagian sekitar klitorisnya hingga ia sedikit mengerang karena nikmat. Terkadang jari tengahku sedikit kutekan pada lubang vaginanya dan saat itu pula pantatnya ikut menekan maju.

Sebenarnya ingin kuhentikan rabaanku karena keinginanku sudah tercapai, lagipula aku juga merasa nggak enak kalau ada orang lain yang melihat, maklumlah di kampung orang. Namun karena dia sudah menikmati rangsanganku aku pun merasa tidak tega. Sudahlah kepalang tanggung, biar sekalian kuselesaikan. Kugesek lebih cepat jariku pada bagian vaginanya terutama daerah klitoris, ditambah dengan ciuman pada daerah leher dan telinga. Dia pun semakin terangsang hingga tak lama kemudian ia mengerang dan kurasakan badannya mengejang dengan kedua kakinya sedikit mengangkat. Lalu ia menundukkan kepalanya ke dadaku. Kukecup dahinya dan kurangkul dia dengan erat.

Sebelum film selesai, kuajak dia keluar mencari udara segar, karena kami sama-sama kegerahan karena kejadian tadi. Sikapnya sangat berbeda sekarang. Tadinya kami hanya berjalan beriringan sebelum menonton bioskop, tapi sekarang kami saling berangkulan hingga payudaranya yang kencang terasa di tubuhku. Kuantarkan dia pulang ke rumahnya lalu aku sendiri pulang ke rumah pamanku.

Aku langsung masuk ke kamar dan masturbasi sambil menghayalkan kejadian tadi. Bahkan hingga dua kali berturut-turut. Dua malam kemudian ada suatu acara resepsi pernikahan di daerah itu, kebetulan orang yang mengadakan resepsi cukup terpandang di daerah itu. Setelah resepsi masih ada hiburan layar tancap sampai pagi. Kalau tidak salah malam itu malam Minggu. Ingin juga merasakan enaknya nonton layar tancap, soalnya seumur-umur nggak pernah sih.

Saat makan malam berbagai hidangan disajikan dan sebagian besar masakan padang. Aku duduk berdua dengan Aminah mulai awal pesta. Saat makan, karena tersenggol orang, Aminah menumpahkan sirop yang dipegangnya ke bajuku hingga membasahi celanaku. Kemeja putihku sebagian berwarna merah ketumpahan sirop.
“Nggak pa-pa kok, aku ganti baju aja dulu sebentar,” kataku karena melihat rasa menyesal di wajahnya.
“Saya temenin ya, Bang. Tidak enak hati saya jadinya,” katanya.
“Ngga pa-pa, Minah. Kamu makan aja dulu, biar Abang pulang sebentar. Nggak usah ditemani,” jawabku.
Tapi karena terus memaksa, aku pun membiarkannya.

Sesampai di rumah pamanku, saat itu tidak ada ornag, aku langsung melepaskan kemejaku dan melemparnya ke ember cucian, lalu naik ke kamarku untuk berganti baju. Tidak lama kemudian aku pun turun, dan kulihat Aminah sedang mencuci noda di bajuku.
“Sudah biar saja, Minah. Besok saja dicuci,” kataku.
“Tak pa-pa Bang, Cuma sebentar,” jawabnya.
Akhirnya kubiarkan karena dilarangpun tetap saja dikerjakannya. Sambil menunggu, aku mengambil air es dan kuminum. Lalu aku kembali ke kamar mandi. Sesampainya di sana kulihat Aminah dengan menunduk membelakangiku, sedikit menungging, sedang membilas bajuku. Walupun ia saat itu memakai sarung berenda khas sumsel, namun lekuk pinggul dan pantatnya sangat indah, membuatku terangsang dan tanpa terasa penisku mulai bangkit. Apalagi posisi ini posisi favoritku dan Nita di Jakarta bila sedang making love.

Goddaan setan melintas di pikiranku, apalagi sekarang rumah lagi kosong, namun tetap kutahan.Setelah selesai membilas, dan merendam pakaianku ia pun membalikkan badannya dan sesaat terhenti karena melihat aku menatapnya tak berkedip. Kulihat wajahnya yang manis dengan senyumnya yang menawan, ada sedikit butiran keringat di dahinya yang seakan menambah daya tarik.
“Kenapa, Bang?” katanya.
Aku tak menjawab, lalu kudekati dia dan langsung kukecup bibirnya. Awalnya ia membalas dengan lembut. Kubelai seluruh tubuhnya, dan kupeluk dia dengan erat sambil terus mengecup bibirnya. Entah kenapa rasanya berbeda sekali dibanding bila kulakukan ini dengan Nita. Kulepaskan kecupanku sesaat, kupandang sekali lagi wajahnya dan ia balas menatapku. Lalu kami saling berpagutan kembali, kali ini lebih menggelora. Tanganku pun mulai bergerilya ke seluruh tubuhnya, mengelus dan meremas tanpa henti.

Kemudian kugendong dia dan kubaringkan di atas kursi panjang, sambil aku berlutut, kami kembali saling berpagutan. Karena nafsuku yang sudah memuncak, akibat “puasa” hingga dua minggu lebih langsung saja kuraba vaginanya. Ternyata di balik sarungnya ia tidak memakai penutup lagi selain celana dalam. “Kebetulan nih,” pikirku. Langsung saja kuulangi peristiwa di bioskop kemarin, dan ia pun pasrah saja menikmati sentuhanku. Tidak berapa lama, kuselipkan jariku ke dalam celana dalamnya dan langsung bersentuhan dengan vaginanya. Dengan mengandalkan pengalaman bersama Nita kurangsang dia dengan mengusap klitorisnya, memainkan jari pada lubang vagina tanpa memasukkannya, membuat ia semakin bergairah dan biasanya pada akhirnya setiap wanita akan meminta kita untuk memasukkannya. Walaupun dia tidak meminta secara langsung namun secara perlahan ia mulai menggoyangkan pinggulnya mengikuti gerakan jariku pada vaginanya. Walaupun birahiku semakin memuncak dan sulit untuk ditahan, namun aku tetap sabar. Ada kepuasan tersendiri di saat menaklukkan seorang wanita hingga memohon untuk dipuaskan.

Tidak berapa lama kemudian gerakan pinggulnya kurasakan semakin cepat dan nafasnya semakin memburu hingga jariku kewalahan untuk merangsangnya sambil menahan celana dalamnya. Perlahan kulepaskan jariku dari vaginanya dan kucoba untuk melepaskan celana dalamnya. Seakan mengerti, ia sedikit mengangkat pantatnya hingga memudahkanku melepaskannya. Kulanjutkan kembali kegiatanku seperti tadi hingga ia kembali terangsang dengan hebat, sebab setelah celana dalamnya terlepas, jariku semakin leluasa memainkan vaginanya. Dia tidak pernah mengucapkan sepatah katapun, hanya erangan nikmat yang sesekali keluar dari bibirnya. Padahal bila dengan Nita, kami sering mengucapkan kata-kata kotor untuk lebih merangsang permainan.

Tiba-tiba kutarik jariku dari vaginanya sebelum ia mencapai puncak kenikmatannya. Ia sedikit terkejut menatapku. Lalu aku mulai melepaskan ikat pinggang dan resleting celanaku. “Ahh..” ucapnya sambil memalingkan wajahnya ke arah berlawanan. Namun aku tahu ia tak akan sanggup lagi untuk menolak hal ini. Setelah kulepaskan semua celanaku, kupegang tangannya dan kubimbing ke arah penisku. Saat terpegang olehnya, ia seperti sadar dan menarik tangannya tapi kutahan dan kutuntun tangannya untuk mengocok penisku. Ia pun menurut dan tanganku kembali bermain di vaginanya. Ia kembali terangsang, dan mulai memberanikan diri untuk melihat penisku sambil terus mengocoknya.

Kami menikmati permainan itu hingga beberapa saat kemudian badannya mengejang mencapai puncak kenikmatan. Vaginanya sungguh lembut dan hangat dan sangat basah. Ingin sekali kumasukkan penisku saat itu, tapi mengingat ia masih perawan, aku harus memperlakukannya dengan lembut. Belum selesai ia menikmati orgasmenya, aku langsung melebarkan kakinya dan sambil berdiri dengan posisi 69 kubenamkan wajahku ke vaginanya. Aroma yang sangat khas namun lebih lembut dibanding aroma Nita tercium olehku. Kumainkan lidahku di seluruh permukaan vaginanya, terutama pada bagian klitorisnya. Ia mulai terangsang kembali dengan cepat sambil tangannya terus mengocok penisku.

Saat aku sedang asyik menjelajahi vaginanya dengan lidahku, kurasakan ia sedikit menggerakkan badannya dan sesaat kemudian penisku terasa masuk ke dalam rongga yang hangat. Aku tersenyum dalm hati, ternyata ia cepat belajar. Namun karena pertama kali dan karena posisi kami yang kurang pas, terkadang secara tak sengaja tergigit olehnya hingga aku harus menarik pinggulku karena terasa sakit. Untungnya ia mengerti dan akhirnya hanya memainkan lidahnya di sekujur penisku tanpa dimasukkan ke dalam mulutnya. Cukup lama kami berada di posisi ini. Pinggul Aminah mulai bergerak liar menekan ke arah lidahku. Posisi yang kurang enak membuat badanku lelah dan akhirnya kuhentikan jilatanku pada vaginanya. Langsung saja aku mengambil posisi standard sambil mengangkat salah satu kakinya dengan tanganku dan bertumpu pada tanganku yang lainnya.

“Kamu tuntun ya, Minah..” kubisikkan kepadanya dan ia mengangguk pelan.
Ia pegang penisku dan menuntunya ke lubang vaginanya. Setelah posisinya pas aku mulai mendorong secara perlahan.
“Sakit Bang. Ahh.. pelan-pelan,” bisiknya ditengah-tengah erangan nikmat.
“Ya, pelan-pelan saja. Minah saja yang tuntun, kalo sakit jangan dipaksa,” jawabku.
Aku pun menyesuaikan goyangan pinggulku dengan tuntunan tangannya. Secara perlahan namun pasti penisku mulai masuk sedikit demi sedikit. Walaupun terasa sakit, rasa nikmat dari sanggama membuatnya terus mencoba memasukkan penisku. Setelah kurasakan bibir vaginanya mulai mengembang, aku mengambil alih gerakan. Pinggulku mulai kupercepat menghunjam vaginanya. Nafsu yang sudah tertahan-tahan akhirnya dapat kulepaskan hingga di suatu saat kudorong penisku cukup keras ke dalam vaginanya.

“Ouch..” hampir berbarengan kami mengerang.
Setengah penisku masuk ke dalam vagina yang sempit dan hangat. Lalu mulai kudorong lagi perlahan-lahan dan secara bertahap temponya kupercepat hingga otot vaginanya bisa menyesuaikan penisku. Hingga akhirnya penisku bisa masuk seluruhnya ke dalam liang vagina yang jauh lebih nikmat dari milik Nita, karena memang saat aku bersanggama dengan Nita ia sudah tidak perawan lagi. Kulepaskan peganganku pada kakinya, lalu kuangkat sedikit pantatnya dengan tanganku yang bebas agar penetrasi menjadi lebih mudah. “Ooh.. aah..” hanya desahan dan rintihan yang bisa keluar dari bibir kami. Nikmat yang kurasa sangat menakjubkan hingga aku yang biasa bisa menahan orgasme, sangat sulit untuk melakukannya.

Beberapa menit kemudian gairah kami mulai memuncak dan aku pun tidak bisa lagi menahannya lebih lama. Aminah pun mulai menggoyangkan pinggulnya dengan liar, hingga akhirnya aku bertumpu pada kedua tangan dan berkonsentrasi pada goyangan pinggulku. Beberapa saat kemudian, saat kupercepat goyanganku Aminah menaikkan pantatnya dan mengejang nikmat. Ia mencapai orgasmenya. Dalam hitungan detik pun kurasakan denyutan yang familiar pada pinggangku. Seketika itu juga kucabut penisku dari vaginanya dan mulai mengocoknya dengan keras. Kutumpahkan semua maniku ke lantai, sambil terus mengocok penisku hingga badanku lemas dan serasa tak bertenaga. Saat kulakukan itu Aminah bangun dari kursi dan menghampiriku serta membantuku menyelesaikan orgasme.

Kami lalu berpelukan dan berpagutan beberapa saat hingga kusadari ia menitikkan air mata.
“Jangan takut Minah, ini rahasia kita berdua. Kalau Abang selesai kuliah di Jakarta, Abang akan jemput Minah ke sini,” kataku untuk menghiburnya.
Ia menatapku sambil tersenyum lalu kami berciuman lagi untuk beberapa saat. Lalu merapikan diri untuk kembali ke resepsi, dengan tak lupa membersihkan bekas-bekas pertempuran di ruang tamu.Kami melakukannya sekali lagi di sebuah motel di luar Palembang saat kami sedang berjalan-jalan ke luar kota, hingga seminggu kemudian aku kembali ke Jakarta untuk kuliah. Kami masih saling berkirim surat hingga sekarang, namun sayangnya liburan ini aku tidak bisa pulang ke kampung karena masalah akademis. Walaupun aku masih berhubungan dengan Nita, itu hanyalah sebagai pelampiasan nafsu belaka, namun hatiku masih tertambat di kampung halamanku.

***TAMAT***

Menikmati Memek Perawan Pembantu

Shanti baru saja selesai menyapu lantai. Dan sekarang ia berniat mencuci piring kotor. Ia berjalan masuk kedalam dapur dan mendapati Mbak Tuti sedang membenahi peralatan dapur. Pada jam seperti ini restoran tempat mereka bekerja sudah sepi. Hari ini giliran Shanti yang harus pulang lambat karena ia harus merapikan restoran untuk buka nanti malam. Begitulah keadaan restoran dikota kecil, pagi buka sampai jam 3 sore lalu tutup dan buka kembali jam 7 malam. Shanti tahu ia tak akan sempat pulang karena ia harus bekerja merapihkan tempat itu bersama Tuti.

Shanti adalah seorang gadis yang cantik dan ramah. Usianya sudah 17 tahun dan ia tak dapat lagi meneruskan sekolahnya karena orang tuanya tidak mampu. Wajahnya oval dan sangat bersih, kulit gadis itu kuning langsat. Mata Shantibersinar lembut, bibirnya kemerahan tanpa lipstik. Shanti mempunyai rambut yang panjang sampai dadanya, berwarna hitam, tubuhnya seperti layaknya gadis kampung seusianya. Buah dada Shanti membusung walaupun tidak dapat dikatakan besar namun Shanti memiliki pantat yang indah dan serasi dengan bentuk tubuhnya. Pendek kata Shanti seorang gadis yang sedang tumbuh mekar dan selalu dikagumi setiap pemuda dikampungnya.

Tuti seorang wanita yang sudah berusia 32 tahun. Ia seorang janda ditinggal cerai suaminya. Sudah 3 tahun Tuti bercerai dengan suaminya karena laki-laki itu main gila dengan seorang pelacur dari Jawa Tengah. Tuti bertubuh montok dan bahenol. Semuanya serba bulat dan kencang, wajahnya cukup manis dengan rambut sebahu dan ikal. Bibir Tuti sangat menggoda setiap laki-laki, walaupun hidungnya agak pesek. Kulit Tuti berwarna coklat tua karena ia sering ke pasar dan ke sawah sebagai buruh tani kalau sedang musim tanam atau panen. Tuti dulunya adalah seorang pelacur daerah Tretes, Jawa Timur. Dulu uang begitu gampang diperoleh dan laki-laki begitu gampang dipeluknya, sampai akhirnya hukum karma membuat ia menjanda karena sesama teman seprofesinya juga. Banyak orang dikampung yang diam-diam mengetahui sejarah kelam Tuti dan banyak juga yang mencoba hendak memanfaatkan dia. Tapi selama ini Tuti terlihat sangat cuek dan sinis terhadap orang-orang yang menggodanya. Buah dada Tuti besarnya bukan main, sering ia merasa risih dengan miliknya sendiri. Tapi ia tahu buah dadanya menjadi buah-bibir baginya. Dan sedikit banyak ia juga bangga dengan buah dadanya yang besar dan kenyal itu. Tuti juga memiliki pantat yang besar dan indah, nungging seperti meminta……. tubuh Tuti sering menjadi mimpi basah para pemuda dikampungnya.
“Shan, kamu sudah punya pacar belum?” Tiba Tuti berjongkok didepan Shanti dan mulai membantu gadis itu mencuci pirng-piring kotor. Shanti terkikik dan menggeleng.

“Belum tuh”
“Lho? Gadis secantik kamu pasti banyak yang naksir” kata Tuti sambil memandang Shanti. Shanti tertawa lagi.
“Payah.?? semuanya mikir kesitu melulu” Jawab Shanti.
“Memang.?? laki2 itu kalau melihat perempuan pikirannya langsung ingin ngewe” kata Tuti tanpa merasa risih berkata kasar.
“Ah mbak, jangan suka ngomong gitu ah” timpal Shanti.
“Kan nggak ada yang dengar ini” Jawab Tuti. Mereka terdiam lama.
“Mbak…….” suara Shanti menggantung. Tuti terus mencuci.
“Mmmm?” Jawab wanita itu.
“Ngggg………”
“Ngomong aja susah banget sih” Tuti mulai hilang sabar. Shanti menunduk.
“Ngg…… anu…….. ngewe itu enak nggak sih?” Akhirnya keluar juga. Tuti memandang gadis itu.
“Yaaa…….. enaak banget Shan, apalagi kalo yang ngewein kita pinter” jawab Tuti seenaknya.
“Maksud mbak?” Shanti penasaran.
“Iya pinter………. bisa macam-macam dan punya kontol yang keras!” kata Tuti sambil terkikik. Shanti merah padam mendengarnya. Tapi gadis itu makin penasaran.
“Bisa macam-macam apa sih, Mbak?” tanya Shanti. Tuti memandangnya sambil menimbang. Ah……. toh nanti gadis kecil ini harus tahu juga. Dan Shanti sungguh cantik sekali, sekilas mata Tuti tertumbuk pada posisi Shanti yang sedang berjongkok. Tuti melihat gadis itu mengangkang dan terlihat celana dalam gadis itu berwarna coklat muda.
“Macam-macam seperti tempik kita diciumin, dijilat bahkan ada yang sampai mau ngemut tempik kita lohh….” jawab Tuti. Entah kenapa Tuti merasa sangat terangsang dengan jawabannya dan darahnya mendidih melihat selangkangan Shanti yang bersih serta mulus.
“Idiiiih…… jorok ihhhh….. kok ada yang mau sih?” Shanti sekarang melotot tak percaya.
“Lho…… banyak yang doyan ngemut memek Shan. Ngemut kontol juga enak banget kok” jawab Tuti masih terus melihat selangkangan Shanti.
“Astaga……. masak anunya lelaki diemut?” Shanti merasa aneh dan jantungnya berdebar, ia merasa ada aliran aneh menjalar dalam dirinya. Gadis itu tidak mengerti bahwa ia terangsang.
“Oh enak banget Shan, rasanya hangat dan licin, apalagi kalo ehm…… ehmm………”
“Kalo apa mbak?” Shanti makin penasaran. Tuti merasa melihat bagian memek Shanti yang tertutup celana dalam krem itu ada bercak gelap, tapi Tuti tidak yakin.
“Yaaa…….. malu ahhh….!” Tuti sengaja membuat Shanti penasaran.
“Ayo doong mbak” rengek Shanti. Tuti sekarang yakin bahwa memek gadis itu sudah basah sehingga terlihat bercak gelap di celana dalamnya. Tuti sendiri merasa sangat terangsang melihat pemandangan itu.

“Kalo pejuhnya menyembur dalam mulut kita, rasanya panas dan asin, lengket tapi enak banget!” bisik Tuti didekat telinga Shanti. Shanti membelalakkan matanya.
“Apa itu pejuh?” tanyanya. Tuti merasa tidak tahan.
“Pejuh itu seperti santan yang sering bikin memek kita basah lho” Jawab Tuti. Ia melihat bagian memek Shanti makin gelap, wah gadis ini banjir, pikir Tuti.
“Idiiihhh amit-amit, jorok banget sih”
“Lho kok jorok? Laki-laki juga doyan banget sama santan kita, apalagi kalo memek kita harum, tidak bau terasi”
“Idiiihh mbak saru ah!”
“Tapi aku yakin memek kita pasti wangi, soalnya kita kan minum jamu terus”
“Udah ah, lama2 jadi saru nih” kata Shanti. Tuti tertawa.
“Kamu udah banjir yaaa?” goda Tuti. Shanti memerah, buru-buru ia merapatkan kedua kakinya.
“Ahhh….. Mbaakk!!!” Tuti tersenyum melihat Shanti melotot.
“Nggak usah malu, aku sendiri juga basah nih” Kata Tuti. Ia lalu membuka kakinya sehingga Shanti bisa melihat celana dalam putih dengan bercak gelap ditengah, Shanti terbelak melihat bulu-bulu kemaluan Tuti yang mencuat keluar dari samping celana dalamnya, lebat sekali, pikirnya.
“Ihhh….. mbak jorok nih” desis Shanti. Tuti terkekeh.
“Mau merasakan bagaimana tempik kamu diemut?” bisik Tuti. Shanti berdebar.
“Ngaco ah!”
“Aku mau emutin punya kamu, Shan?” Tuti mendekat. Shanti buru-buru bangun dan mundur ketakutan. Tuti tertawa.
“Kamu akan bisa pingsan merasakannya” bisik Tuti lagi.
“Ogah ah….. udah deh…… jangan nakut-nakutin akhh” Shanti mundur mendekati pintu kamar mandi dan Tuti makin maju.
“Nggak apa-apa kok…. cuman diemut aja kok takut?”
“Masak mbak yang ngemut?”
“Iya… supaya kamu tahu rasanya”
“Malu ahhhh…….”

“Nggak apa-apaaa……” Tuti mendekat dan Shanti terpojok sampai akhirnya pantatnya menyentuh bibir bak mandi. Dan Tuti sudah meraba pahanya. Shanti merinding dan roknya terangkat ke atas, Shanti memejamkan matanya. Tuti sudah berjongkok dan mendekatkan wajahnya ke memek Shanti yang tertutup celana dalam. Tuti mencium bau memek Shanti, dan Tuti puas sekali dengan harumnya memek Shanti. Dulu ia sering melakukan hal-hal seperti ini, malah pernah ia bermain-main bersama 4 pelacur sekaligus untuk memuaskan tamunya.

Tubuh Shanti gemetar dan seluruh bulu kuduknya meremang, gadis itu merasa suhu tubuhnya meningkat dan perasaannya aneh. Tuti mulai menciumi memek Shanti yang masih tertutup. Pelan-pelan tangannya menurunkan celana dalam Shanti dan Tuti terangsang melihat cairan lendir bening tertarik memanjang menempel pada celana dalam gadis itu ketika ditarik turun. Tuti menjulurkan lidahnya memotong cairan memanjang itu dan lidahnya merasakan asin yang enak sekali. Memek Shanti sungguh indah sekali, tidak terlihat bibir kemaluannya bahkan bulu-bulunya pun masih halus dan lembut. Tuti mencium dan mulai melumat memek Shanti. Gadis itu mengerang dan menggeliat-liat ketika lidah Tuti menjalar membelai liang memeknya. Shanti benar-benar shock dengan kenikmatan aneh yang dirasakannya, ada perasaan geli dan jijik, tapi ada perasaan nikmat yang bukan alang kepalang. Gadis itu merasakan keanehan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Bulu kuduknya berdiri hebat tatkala lidah Tuti menyapu dinding memeknya, Shanti menggeliat-liat menahan perasaan nyeri nikmat bagian bawah perutnya.

“Aahhh…. Mbak… uuuhhhh….. ssshhhhh…. ja…. jangan mb….. mbbak! Ji…. jijikhh…. aahhhh” Tuti tidak memperdulikan rintihan dan erangan Shanti. Lidahnya bergumul dan menembus liang memek Shanti dengan lembut, Tuti tahu Shanti masih perawan dan ia tak ingin merusak keperawanan Shanti, lidahnya hanya menjulur tidak terlalu dalam, namun Tuti sudah dapat merasakan cairan asin hangat yang mengalir membasahi lidahnya dan Tuti mengendus-endus bau khas memek Shanti dengan sangat menikmatinya. Tuti perlahan-lahan menyelipkan jari-jarinya kesela-sela bokong Shanti, dengan lembut dan dibelai-belainya liang anus Shanti, dan Shanti sedikit tersentak tapi kemudian menggelinjang geli, tapi Shanti membiarkan dirinya pasrah terhadap Tuti. Ia percaya sepenuhnya pada Tuti dan sekarang ia benar-benar merasakan kenikmatan yang selama ini belum pernah ia rasakan bahkan dalam mimpipun!

“Enak Shan?” desah Tuti dengan mulut berlumuran lendir Shanti. Shanti memandang ke bawah dan mengangguk, tubuhnya bergetar hebat, ia tak menyadari bahwa itu yang dinamakan klimaks kenikmatan seorang perempuan. Tuti merasakan liang memeknya berdenyut dan ia meraba serta menusuk-nusukkan jarinya sendiri keliang memeknya dan merasakan cairan licin membasahi jarinya. Ia merintih dengan wajah tersuruk diselangkangan Shanti, lidahnya kini menjulur dan membelai liang dubur Shanti dan membuat gadis itu terlonjak-lonjak kegelian serta terpana mendapatkan perlakuan yang tidak pernah dibayangkannya. Shanti merasa liang duburnya ditekan-tekan oleh benda lunak dan sesekali terselip masuk kedalam dan ia akan terlonjak kaget becampur geli, tapi lebih banyak merasakan kenikmatannya.

Entah bagaimana awalnya, tapi kenyataannya Shanti dan Tuti telah saling memeluk dalam keadaan telanjang bulat dilantai kamar mandi. Tuti mencium mulut Shanti, mulanya gadis itu menolak tapi permainan jari-jemari Tuti diitilnya membuat gadis itu mabuk kepayang dan kepalanya dipenuhi nafsu berahi yang memuncak dashyat. Tuti melumat mulut Shanti dengan penuh nafsu, Shanti membalasnya dengan malu-malu tapi mereka berdua memang saling melumat juga akhirnya. Terdengar bunyi mulut mereka ketika lidah mereka saling mengait dan saling menghisap. Shanti berkelojotan berkali-kali dan Tuti merasakan memeknya berdenyut-denyut nikmat, ia membayangkan Shanti menjilati dan mengemuti kemaluannya.

Perlahan-lahan Tuti mulai menjilati leher gadis itu dan terus menciumi ketiak Shanti, gadis itu menggelinjang kenikmatan dan makin mengerang keras ketika Tuti mulai menghisap puting tetek Shanti. Perlahan Tuti menggeser posisinya sehingga Shanti dapat membelai memeknya, tapi gadis itu hanya menggeliat saja. Tuti tidak sabar, diambilnya tangan Shanti dan ditaruhnya di memeknya, Shanti mulai membelai dengan canggung. Ketika jarinya tidak sengaja masuk keliang memek Tuti, segera saja wanita itu memajukan pinggulnya dan memompa jari Shanti. Shanti mulai mengerti dan ia mulai memainkan itil Tuti dan membuat wanita itu terlonjak-lonjak nikmat. Lalu perlahan Tuti sudah mengangkangi Shanti dan ia menciumi memek Shanti kembali, lidahnya kembali menggumuli liang kemaluan gadis itu. Shanti kembali merasakan terjangan gelombang kenikmatan manakala memeknya digumuli Tuti, Shanti membiarkan wajahnya basah karena cairan memek Tuti berjatuhan, menetes dan membentuk lendir panjang, tapi Shanti tidak berani menjilat lendir yang jatuh dibibirnya. Ia memandang liang memek wanita itu dengan heran. Memek Tuti dengan bibir tebal kehitaman, bulu kemaluan yang lebat bukan main tapi tidak menutupi liang itu. Shanti melihat memek Tuti lain dengan miliknya. Dan memek itu makin turun sehingga nyaris menyentuh hidungnya. Shanti mencium bau memek Tuti dan dirasakannya sama baunya dengan memeknya.

Shanti menjerit tertahan ketika mencapai klimak, tanpa sadar ia menarik bokong Tuti sehingga wajahnya terbenam dalam memek wanita itu, Shanti gelap mata, ia menjulurkan lidahnya dan menggumuli liang penuh lendir bening itu. Shanti bahkan menghisap lendir itu seperti kelaparan. Shanti mengemut itil Tuti yang besar dan menonjol. Tubuh Tuti kaku seperti kayu dan bergetar hebat, pinggulnya kejang-kejang merasakan orgasme yang luar biasa ketika itilnya dihisap dan dijilat Shanti. Tuti menjerit keras dan ia menekan memeknya sehingga ia dapat merasakan hidung Shanti terselip dibelahan liang memeknya dan ia menggoyang2kan pinggulnya maju mundur dan dirasakannya itilnya bergesekan dengan hidung Shanti dan gadis itu malah menambahkan kenikmatan Tuti dengan menjulurkan lidahnya sehingga setiap kali Tuti memajukan atau memundurkan pinggulnya selalu bergesekan dengan lidah serta hidung Shanti. Tuti berkelojotan hebat sekali, ia meliuk-liuk seperti menahan nyeri, matanya berputar sehingga menampakan putihnya saja dan mulutnya mengeluarkan desahan kenikmatan.

“Shantiiiiiii!!!!……. aaaaaaarrrrgggghhhhh!!!!…..” Tuti merasakan bagian bawah perutnya nyeri dan ngilu. Orgasme yang ternikmat yang pernah dirasakannya sejak ia meninggalkan dunia hitamnya.
Shanti merasa puas karena berhasil membuat Tuti menjerit-jerit minta ampun karena kenikmatan. Shanti merasa, ternyata ia suka sekali dengan rasa dan bau memek Tuti. Ia berpikir apakah memeknya juga seenak itu. Ia merasakan hangatnya liang memek Tuti dan ia merasakan kasarnya bulu-bulu kemaluan Tuti kala menggesekdiwajahnya. Shanti tersenyum lemah karena lelah. Tuti ambruk diatas tubuhnya dan Shanti membiarkan, dan gadis itu iseng membuka pantat Tuti dan memperhatikan liang anus Tuti. Shanti melihat liang dubur Tuti seperti bintang berwarna kehitaman dan sangat indah. Shanti penasaran, ia mencium serta mengendus liang itu…. tidak berbau apa-apa. Tuti diam saja membiarkan Shanti berbuat sesukanya. Shanti menjulurkan lidahnya dan menyentuh liang dubur Tuti dengan perlahan, kemudian ia menempelkan hidungnya lagi dan merasakan kehangatan liang itu. Dan Shanti mulai menekan-nekan lidahnya ke liang itu dan membuat Tuti menggelinjang geli.

“Aduh Shan, enak…. terus Shan… jilat… jilat terus… ya.. ya… aaakkhhhh…” Tuti merasakan lidah Shanti kaku menusuk liang duburnya. Tuti bangkit lalu berjongkok diatas wajah Shanti dan ia mulai menurun naikkan bokongnya sehingga lidah Shanti yang kaku dirasakannya menembus sedikit kedalam liang duburnya. Tuti menggeram pelan…… Shanti merasakan perasaan aneh ketika lidahnya melesak masuk kedalam liang dubur Tuti, ia menyukai permainannya itu dan merasa senang dengan apa yang diperbuatnya. Lidahnya tidak merasakan apa-apa, yang dirasakan cuma perasaan anehnya saja.
Tuti tidak ingin Shanti terus melakukan untuknya. Ia menggulingkan Shanti sehingga gadis itu terlentang, lalu kedua kakinya diangkat oleh Tuti sehingga liang dubur gadis itu mencuat keatas wajahnya. Dijilatnya liang dubur Shanti dengan rakus, lalu setelah licin oleh air liurnya dimasukkannya jarinya kedalam liang itu. Shanti menggigit bibir, ia merasa mulas tapi sekaligus nikmat. Kemudian dilihatnya Tuti mengeluar masukkan jarinya lalu setelah beberapa lama Tuti menjilati jari itu dengan nikmat, bahkan lidahnya terbenam jauh kedalam liang duburnya. Shanti mengeluh, belum pernah itu membayangkan apalagi merasakan perbuatan seperti itu, gadis itu mabuk kepayang dan sangat terangsang dengan perbuatan Tuti. Ia merasa seolah-olah Tuti adalah pembersihnya, Shanti memejamkan mata dan merasakan memeknya berdenyut mengeluarkan cairan.

Tuti benar-benar tergila-gila dengan perbuatannya itu, ia tidak pernah menjilat liang dubur pria dan ia tak pernah ingin, tapi liang dubur Shanti begitu merangsang, begitu lembut dan begitu nikmat. Tuti tidak mau membayangkan apa yang biasa keluar dari lubang itu, ia cuma ingin merasakan lidahnya terjepit diliang itu dan bagaimana rasanya. Ia tahu Shanti gadis yang sangat bersih, sama dengan dirinya. Tuti tidak kuatir dengan hal itu. Yang diinginkannya saat ini hanyalah membuat Shanti betul-betul puas dan dewasa. Tuti kemudian memompa liang memek Shanti dengan lidahnya dan membuat gadis itu meraung-raung serta kejang-kejang.
“Mbaakkkk… sudah mbaakkk…. ampuuunnn…… ooohhhhh!!!” Shanti sudah tidak kuat lagi menanggung kenikmatan yang datangnya bertubi-tubi melanda tubuh dan perasaannya. Ia menjambak rambut Tuti dan berusaha membuat wajah itu jauh dari memeknya. Dan akhirnya mereka berbaring lelah dilantai kamar mandi. Tuti memandang Shanti….

“Bagaimana? Sudah mau pingsan keenakan belum?” tanya Tuti. Shanti membuka matanya dan memandang wanita itu.
“Bisa gila aku mbak…. aahhh benar-benar bisa gila!” Desah Shanti. Tuti tersenyum.
“Mau lagi?”
“Jangan! Bisa semaput benaran aku nanti…”
“Ya sudah tak mandikan yuk!” Kata Tuti. Mereka bangkit dan kemudian saling memandikan. Sejak itu Shanti mengetahui apa yang harus dilakukannya jika berahinya datang melanda.
Kejadian pertama itu membuatnya tahu apa sebenarnya yang dapat membuatnya nikmat dan puas. Shanti belajar banyak dari Tuti. Dan ia memuja wanita itu.

Malam itu Shanti tidak dapat memejamkan matanya, ia teringat perbuatannya dengan Tuti. Terbayang olehnya perbuatan Tuti terhadap dirinya, Shanti merasa seluruh bulu ditubuhnya berdiri dan ia merasa agak demam. Ia mengeluh karena merasa ingin sekali mengulangi lagi dengan wanita itu. Shanti bangun dan berjalan kemeja kecil tempat ia biasa merias diri. Dikamar sebelah terdengar suara2 aneh, itu kamar Supriati, teman sesama kostnya. Shanti mencoba mendengar, antara kamar dengan kamar hanya dibatasi dinding papan tipis. Shanti kadang suka kesal dengan Supriati yang bekerja di pabrik karena wanita itu suka menendang-nendang dalam tidurnya dan itu membuat Shanti kaget setengah mati ditengah malam. Tapi suara sekarang lain,bukan suara yang keras, suara yang samar-samar dan sepertinya ada suara lain, Shanti menempelkan telinganya dan ia mendengar suara rintihan Supriati. Shanti berdebar, ini malam minggu….biasanya pacar wanita itu suka datang menginap. Sedang apa mereka?

Shanti berjingkat keluar kamar. Diluar sepi sekali, sekarang sudah jam 1 pagi, pasti Supriati sedang berasyik-asyik dengan pacarnya. Shanti tegang, ia berjalan kebalik kamar Supriati yang bersebelahan dengan ruang televisi. Shanti tahu disana dindingnya tidak sampai atas dan dinding itu yang menyekat kamar Supriati. Pelan-pelan Shanti naik keatas bangku, lalu naik lagi keatas lemari pendek dan ia berjongkok disana. Ia ragu hendak berdiri, takut terlihat, tapi keingin tahuannya membuatnya nekad. Dan pelan-pelan kepalanya menyembul dan pandangannya menatap kedalam kamar Supriati. Penerangan kamar itu agak redup tapi Shanti bisa melihat dengan jelas Supriati sedang ditindih oleh pacarnya! Supriati mengerang sambil menggeliat-geliat menggoyang pinggulnya, kedua kakinya terlipat dan menekan pantat pacarnya. Pacarnya menggenjot Supriati dengan cepat. Shanti merasa meriang, matanya terbelalak dan tubuhnya gemetar. Laki-laki itu sedang meremas buah dada Supriati dan wajah mereka menempel satu sama lainnya. Mereka sedang berciuman dengan liar. Supriati menggumam dan melihat tangan Supriati meremas-remas pantat pacarnya dengan keras. Shanti terangsang sekali, belum pernah ia melihat pemandangan orang yang sedang bersetubuh dan sekarang ia merasa aneh, ia merasa perutnya ngilu dan dengkulnya gemetar tak keruan.

Pacar Supriati berteriak tertahan dan mengangkat bokongnya. Shanti melihat tangan Supriati masuk kebawah dan terlihatlah kontol yang besar sekali didalam genggaman Supriati dan kontol itu menyemburkan cairan putih ke perut Supriati. Supriati mengocok kontol pacarnya dengan cepat dan laki-laki itu nafasnya mendengus-dengus hebat dengan tubuh bergetar. Shanti merinding melihat benda yang besar dan panjang seperti itu, Shanti ngeri melihat kontol yang begitu besar, ia tahu bahwa itu besar sekali karena sebelumnya Shanti belum pernah membayangkan kontol dapat membesar dan sepanjang itu! Shanti melorot turun dengan lutut lemas, ia berjingkat kembali masuk kedalam kamarnya lalu merebahkan diri diranjang. Mengerikan sekali kontol lelaki, pikirnya. Mana mungkin benda sebesar itu muat dimemeknya? Shanti merinding membayangkan lubang memek Supriati yang pasti luar biasa besar. Dan Shanti akhirnya terlelap….

Seminggu lewat sudah dan Shanti bingung memikirkan Tuti. Wanita itu tidak masuk seminggu sejak pergumulan mereka.Nanti sore ia akan menanyakan pada pemilik warung mengapa Tuti tidak masuk. Selama seminggu ini Shanti tidak bergairan dalam pekerjaan, memeknya basah terus kalau mengingat Tuti atau mengingat pemandangan adegan Supriati dengan pacarnya. Shanti tidak bersemangat, apalagi sehari-hari teman-temannya selalu bergunjing mengenai laki-laki dan mereka tidak segan-segan membicarakan hal-hal yang paling pribadi dan selalu berakhir dengan cekikikan panjang. Shanti merasa terkucil karena teman-taman lainnya semua sudah menikah dan usia mereka jauh diatasnya, sehingga mereka selalu terdiam kalau Shanti mendekat, padahal ia ingin sekali turut mendengar gunjingan mereka. Shanti lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri didapur membantu pemilik restoran.

Malam itu Shanti merasa tidak bersemangat bekerja, hatinya sedih memikirkan Tuti. Ia sudah menanyakan pada majikannya dan ternyata Tuti telah berhenti bekerja karena mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Shanti diam-diam menangis memikirkan Tuti yang tega meninggalkannya tanpa pesan sedikitpun. Akhirnya Shanti hanya pasrah dan menjelang tutup restoran ia pulang kekostnya yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja lalu masuk kedalam kamarnya dan menangis kembali memikirkan Tuti. Ia menangis sampai akhirnya terlelap dan bermimpi bertemu dengan Tuti dan wanita itu membelai rambutnya dengan sayang, Shanti menyusup dalam ketiak Tuti dan menangis sesunggukan, wanita itu mengucapkan kata-kata hiburan padanya dan gadis itu menangis makin keras……

Tidak terbayangkan oleh Shanti ketika memandang wajah wanita itu didepan pintu restoran. Tubuh Shanti bergetar dan jantungnya berdebar keras sekali. Air mata mengambang dipelupuk matanya yang indah. Bibir Shanti terbuka dengan mata terbuka seolah melihat hantu. Wanita itu berjalan masuk dan tersenyum padanya…….sudah setahun lewat sejak kepergiannya dan Shanti merasa waktu setahun berlalu seperti siput, tiada malam tanpa tangisan dan tiada hari ceria lagi selama setahun itu baginya dan kini wanita itu berdiri dihadapannya dan sungguh cantik bukan main!

Wanita itu mendekat dan Shanti tiba-tiba saja sudah menghambur dalam pelukannya. Semerbak wangi tercium oleh Shanti, wanita itu membelai rambutnya sambil memeluk erat tubuhnya. Shanti merasakan debar jantungnya menghantam dada wanita itu. Tangisan sedih terdengar dari dalam pelukan Tuti. Wanita itu merasakan aliran hangat jatuh dari matanya. Ia berusaha menahan air matanya tapi mengalir juga setetes dan jatuh dirambut Shanti.
“Mbak… oh….” Shanti tak kuasa berbicara. Ia menyusupkan wajahnya makin dalam dipelukan Tuti.
“Shan, sudah lama sekali yaa….” Bisik Tuti. Shanti mengangguk-angguk. Shanti merasakan lembutnya buah dada Tuti dan ia tidak ingin melepaskan pelukannya.
“Aku rindu sekali mbak…. ja… jangan pergi lagi…..” Suara tercekat dari Shanti membuat Tuti sangat terharu. Dadanya terasa sesak dan ia ingin menjerit tapi kedewasaannya membuatnya bertahan.

“Aku juga rindu Shan, sudah, sudah…..” Wanita itu mendorong Shanti pelan dan membawanya duduk disalah satu kursi. Restoran itu sedang sepi sekali dan Tuti memang sudah mengamatinya sejak satu jam yang lalu. Ia tidak ingin ada orang yang dikenalnya melihatnya datang dengan penampilan seperti itu, apalagi bermobil.
“Mbak cantik sekali….” Bisik Shanti, ia menatap Tuti kagum. Tuti memang terlihat cantik dan menawan, make up wajahnya tipis sehingga kehalusan kulitnya terlihat nyata, matanya masih seperti dulu, bersinar nakal dan genit, bibirnya yang penuh juga makin terlihat merangsang. Shanti menelan ludah, ia melihat pakaian Tuti yang sangat indah, ia melihat potongan tubuh Tuti yang juga tidak berubah, montok dan kencang. Hidung peseknya tidak terlihat lagi dan penampilan keseluruhan wanita itu membuat Shanti rindu bukan main.
“Kamu kelihatan makin cantik dan matang Shan….” Bisik Tuti lalu dibelainya pipi Shanti yang kemerahan. Kulit gadis itu masih betul-betul halus sekali, jari Tuti merayap menyentuh bibir Shanti, Shanti membiarkan jari Tuti menyentuh bibirnya, ia membuka mulutnya dan menjilat jari itu, jantungnya berdegup, Tuti membiarkan jarinya dihisap oleh Shanti.

“Aku rindu sekali Shan dan aku kesini untuk mengajak kamu ikut aku” Kata Tuti. Shanti terkejut.
“Kemana?” Tanya Shanti.Tuti tertawa.
“Ikut saja aku, pokoknya kamu akan hidup enak denganku” Kata Tuti.
Shanti memandang wanita itu, hatinya gundah, apa yang harus dilakukannya? Apakah memang ia akan hidup lebih enak? Tapi kalau sekali ini ia tidak ikut dengan Tuti maka kemungkinan wanita itu tidak akan menemuinya kembali, Shanti sungguh bingung.
“Jangan kuatir Shan, aku nggak bakalan menelantarkan kamu. Justru aku selalu ingat sama kamu, makanya aku nggak tahan lagi untuk mengajak kamu ikut denganku” Kata Tuti sambil membelai tangan Shanti. “Lagipula kamu dan aku sudah seperti…. seperti…. kekasih….” Suara Tuti berbisik dan bibirnya bergetar. Shanti ingin sekali memangut bibir wanita itu tapi ia agak jengah. Ia menunduk saja. Kemudian dirasakannya belaian tangan Tuti dibawah meja menjamah pahanya dan mengelus serta meremas lembut pahanya, Shanti merinding, ia ingin merintih tapi ia hanya menatap saja wanita itu. Tuti memandangnya sendu dan bibirnya terbuka.
“Baiklah mbak…. ka.. kapan kita berangkat?” Bisik Shanti bergetar.
“Besok kamu temui aku dihotel M, malam ini aku tinggal disana” Jawab Tuti “Jangan membawa barang terlalu banyak, nanti aku belikan disana” Shanti mengangguk. Gadis itu memandang Tuti, ia haus sekali akan belaian wanita itu, tapi Shanti tahu Tuti tidak dapat berlama-lama, lagipula sepertinya wanita itu bukan lagi Tuti yang dulu.

“Jaga diri kamu baik-baik, Shan…..sampai besok” Bisik Tuti. Shanti merasa pahanya diremas oleh Tuti dan wanita itu bangkit sambil tersenyum. Shanti memandang kepergian Tuti dan ia merasa ada sesuatu yang terbang meninggalkan jiwanya. Tuti menghilang dalam mobil dan pergi meninggalkan halaman restoran itu.
Shanti memandang pemilik restoran, seorang pria berusia pertengahan. Restoran sudah sepi karena sudah agak malam dan teman-teman Shanti juga sudah pulang, beberapa yang tinggal dibelakang restoran telah masuk dan mungkin sudah tidur. Shanti sengaja memilih waktu setelah semuanya telah sepi, karena ia ingin pamit dan meminta upahnya selama bekerja disana pada sang pemilik restoran. Perjanjiannya memang begitu, semua karyawan wanita hanya dapat mengambil upahnya enam bulan sekali atau sewaktu ia ingin berhenti. Dan sekarang Shanti hendak berhenti karena besok ia sudah akan di Jakarta.

“Mengapa kamu tolol sekali hendak ikut dengan sundal itu?” Sergah pak Mohan dengan wajah mengeras dan kelihatannya marah betul. Shanti membisu, tubuhnya tegang karena takut.
“Kamu tidak tahu dia itu jadi lonte disana? Hah?” Desis laki laki itu. Ia memandang Shanti dan terus memandang gadis yang menunduk diam itu. Matanya tertumbuk pada seonggok daging yang membusung di dada Shanti yang ditutupi kaus tipis kumuh berwarna putih kekuningan. Pak Mohan terkesiap merasakan berahinya tiba-tiba memuncak melihat keremajaan gadis itu, laki-laki itu menahan napas dan menelan ludah, matanya tidak lepas dari dada Shanti dan mulutnya terkunci. Shanti tidak tahu majikannya memandangnya seperti seekor serigala yang sedang menatap domba yang tak berdaya.
“Baik, kamu boleh keluar dari sini dan sekarang kamu ikut aku untuk mengambil uangmu!” Suara serak pak Mohan terdengar aneh di telinga Shanti, tapi gadis itu merasa lega karena tidak ada lagi nada kemarahan dalam suara itu. Ia mengikuti laki-laki itu menuju kebelakang terus kebelakang berlawanan dengan mess tempat tinggal para karyawan restoran. Shanti tahu ia menuju kantor Pak Mohan, atau tepatnya tempat biasa Pak Mohan membereskan bon-bon dan beristirahat kalau sedang capek. Rumah majikannya itu jauh dari sini jadi ia suka berleha-leha diruang itu kalau sedang capek melayani tamu.

Pak Mohan menyalakan lampu kamar dan Shanti disuruh duduk di dipan yang biasa ditiduri oleh laki-laki itu. Shanti duduk dan Pak Mohan berjalan mendekatinya, tiba-tiba tangan laki-laki setengah baya itu terjulur dan meremas teteknya dengan keras, Shanti menjerit tertahan dan beringsut kesudut, ketakutan.
“Kamu mau uang kamu khan? Kamu akan ke Jakarta khan? Dan kamu toh akan jadi lonte juga nanti, sekarang kamu layani aku dululah, dan kamu akan menjadi lebih pengalaman nanti” bisik Pak Mohan dekat sekali dengan wajahnya. Shanti mencium bau rokok menyembur dari mulut laki-laki itu, sehingga membuatnya ia ingin muntah.
“Saya akan menjerit pak….. jangan pak…… malu!” bisik Shanti. Pak Mohan menerkam Shanti dengan tiba-tiba dan Shanti terhimpit oleh tubuh laki-laki itu, Shanti membuka mulutnya hendak menjerit, tapi tangan pak Mohan dengan sigap menutup mulutnya. Shanti terbelalak, ia benar-benar kalah tenaga dengan laki-laki itu, yang ternyata kuat sekali.

“Sekali kamu bersuara, maka kamu tidak akan bisa menemui sanak saudaramu lagi, kamu bisa tunggu mereka semua di neraka!” Desis Pak Mohan, wajahnya sungguh kejam sekali, membuat gadis itu merasa takut setengah mati. Perasaannya mengatakan percuma melawan laki-laki itu, ia akan sangat menyesal nanti. Lagi pula siapa yang tidak takut dengan Pak Mohan? Hanya sang isteri yang baik pada karyawan, sedangkan laki-laki ini sudah terkenal suka judi dan membuat onar. Shanti menangis tanpa suara, ia takut sekali, dan sekarang ia merasakan tubuhnya digerayangi oleh tangan lelaki itu.
“Ikuti apa yang aku suruh, maka kamu akan mendapatkan uangmu dan yang penting kamu akan selamat dan bisa jadi lonte di Jakarta, mengerti?” Ancam Pak Mohan, Shanti menggigit bibir menahan sakit ketika teteknya kembali diremas oleh laki-laki itu, ia cepat-cepat menganggukkan kepalanya dalam bisu.

Pak Mohan menarik kaki Shanti sehingga gadis itu terlentang di dipan kayu yang beralaskan tikar. Kemudian Shanti melihat Pak Mohan dengan gugup melepaskan pakaiannya. Shanti memejamkan matanya ketika melihat kontol Pak Mohan bergoyang-goyang seperti ketimun. Ketika ia membuka matanya kembali, Shanti melihat pak Mohan sudah duduk disampingnya dan tangannya mulai menarik kaus Shanti, gadis itu tidak bergerak. Tiba-tiba pipinya ditampar oleh Pak Mohan, Shanti menjerit pelan merasakan pipinya panas, tamparan yang tidak begitu keras tapi sangat menyakitkan hatinya. Shanti mengangkat tubuhnya membiarkan kausnya lolos begitu saja dan kemudian membiarkan juga roknya diloloskan dengan mudah oleh Pak Mohan. Shanti bisa merasakan napas panas membara dari hidung laki-laki itu, Pak Mohan berusaha menciumnya tapi Shanti memalingkan wajah, tapi laki-laki itu memaksa dan Shanti terpaksa membiarkan bibirnya dikulum mulut laki-laki itu, Shanti merasa mual….

“Pegang ini, awas jangan macam-macam kamu!” bentak Pak Mohan. Tangan Shanti dituntun untuk menggenggam kontol Pak Mohan. Shanti merasa jijik, kontol yang tidak begitu besar dan dalam keadaan layu, keriput dan hitam.
“Kocok!” perintah Pak Mohan. Shanti belum pernah melakukannya. Ia meremas-remas pelan, kenyal dan licin seperti berlendir, Shanti merasa jijik.
“Kocok seperti ini goblok!” desis laki-laki itu sambil mengocok kontolnya sendiri. Shanti berusaha menurutinya dan Shanti sedikit terkejut mendapati kontol itu bangun perlahan. Pak Mohan tidak sabar, ia harus cepat-cepat karena sang isteri menantinya dirumah. Ia menyodorkan kontolnya kemulut Shanti, gadis itu menghindar.
“Sialan kamu! Cepat hisap dan jilat! Atau kubunuh kau!” bentak Pak Mohan seperti kalap. Shanti menggenggam kontol laki-laki itu dengan tangan gemetar, dipandangnya benda yang lembek dan setengah tegang, ia memejamkan matanya dan sebelum sempat berbuat sesuatu, dirasakannya benda itu menerobos masuk kedalam mulutnya dan bergerak maju mundur. Shanti ingin muntah tapi ia ketakutan. Laki-laki itu memompa mulut Shanti dengan tergesa-gesa, dari mulutnya keluar lengkuhan-lengkuhan aneh dan tiba-tiba Shanti mendengar Pak Mohan mengerang tertahan lalu mulutnya tiba-tiba terasa asin dan penuh dengan cairan lengket dan berbau aneh. Shanti menahannya supaya tidak tertelan, ia mual sekali, ia berpikir itu pasti yang dikatakan Tuti sebagai pejuh. Jijik sekali, pikirnya. Shanti memejamkan matanya erat-erat dan membiarkan kontol Pak Mohan terus bergerak maju mundur dan makin pelan. Lalu benda itu ditarik keluar dari mulutnya. Dan Shanti segera memuntahkan cairan kental itu, ia memandang Pak Mohan yang kelelahan dengan perasaan benci bukan main.

“Hhh……. bagus……. memang punya bakat lonte kau! Ini uangmu dan ini bayaran pertama buat seorang lonte!” Desis pak Mohan lalu melemparkan lembaran-lembaran uang kewajah Shanti. Shanti terkulai tak berdaya dan Pak Mohan bergegas hendak keluar tapi sebelumnya sekali lagi laki-laki itu meremas teteknya dan Shanti terbelalak kesakitan. Sekejab kemudian bayangan laki-laki tua itu sudah lenyap dari pandangannya. Shanti menangis pelan, ia tidak berani lebih keras, ia malu dan takut terdengar oleh teman2 yang tinggal diseberang tempat ini. Lalu pelan-pelan gadis itu bangun, ia meraba teteknya dan meringis nyeri, lalu ia memungut uang-uang yang jatuh berserakan. Dihitungnya dan ia merasa senang juga menerima lebih dari yang diperkirakannya, ia menerima kelebihan dua puluh ribu rupuah! Jumlah yang lumayan untuknya. Shanti dengan jijik mengusap cairan mani yang menempel di dadanya dengan bhnya. Ia melepaskan benda itu dan memutuskan tidak akan memakainya. Ia memakai rok dan kausnya lalu berjingkat-jingkat keluar dari kamar itu. Diluar gelap dan kelam, sunyi, entah sudah jam berapa sekarang.

Shanti berjingkat masuk kedalam kamar mandi, rumah kostnya sudah sepi dan ia tidak ingin membangunkan semua penghuninya. Ia mulai membersihkan badannya dan ia menggosok teteknya kuat-kuat, ia tak perduli nyeri yang ditimbulkan, ia hendak melenyapkan jejak remasan Pak Mohan. Shanti menangis tanpa suara, ia tidak menyangka malam terakhir merupakan malam jahanam baginya. Ia berkumur dan menusuk-nusuk kerongkongannya sampai muntah, ia tak perduli mulutnya terasa pahit dan ia terus hendak mengeluarkan semuanya, ia tak yakin apakah tadi cairan Pak Mohan tertelan atau tidak dan ia tidak ingin cairan itu berada diperutnya. Shanti menggosok giginya berkali-kali dan akhirnya dengan pelan ia masuk kedalam kamarnya. Ia telah mencuci bersih bhnya dan pakaiannya juga, ia akan meninggalkan pakaian itu disini saja. Lalu Shanti berbaring berusaha untuk tidur……diam-diam ia bersyukur dirinya masih perawan, entah mengapa laki-laki keparat itu tidak menyetubuhinya, Shanti menghela napas dalam lelap.
“Ini kamar kamu Shan, suka?” bisik Tuti sambil memandang gadis itu. Shanti ter-nganga tidak dapat berkata apa-apa. Keletihan berjam-jam dalam perjalanannya dengan Tuti seakan lenyap begitu saja. Kamar yang untuknya sangat luas, ia membadingkan mungkin 3 kali dari kamar kostnya di kampung. Luar biasa, ranjangnya besar dengan sprei putih bersih, ada radio kaset disamping ranjang lalu ada meja rias dan Shanti heran melihat ada kamar mandi dalam kamar tidur, ia belum pernah tahu mengapa ada orang yang membuat kamar mandi dalam kamar tidur. Sangat membuang uang sekali, pikirnya. Tapi gadis itu sudah dapat membayangkan betapa nikmatnya dengan fasilitas seperti itu, kapan saja ia ingin mandi, ia tidak usah lagi mengantri sambil menimba air, oh menyenangkan sekali, batinnya.

“Ada air panasnya lho Shan…” kata Tuti. Shanti memandang wanita itu dengan penuh sayang. Ia memeluk Tuti dan berterima kasih padanya dengan air mata mengalir. “Kamu berhak mendapatkannya sayang…” bisik wanita itu.
“Indah sekali mbak! Bagaimana aku harus membalas semua ini?” kata Shanti dengan suara serak. Tuti tersenyum, lalu ia memanggil supir yang membawa mereka tadi untuk memasukkan barang-barang Shanti.

Shanti sangat kagum dengan rumah Tuti. Besar, bersih, mewah dan berkesan anggun sekali. Tembok-temboknya dicat dengan warna kuning beras, indah bukan main. Ruang tamu yang besar dengan lantai marmer dan perabotan yang menurut gadis itu tentu sangat mahal harganya, lalu ruang makan dengan meja makan yang besar lengkap dengan kursi-kursi berderet, tirai-tirai yang mewah seperti membuang-buang kain saja. Kemudian Shanti melihat ruang keluarga yang luar biasa besarnya, dengan TV yang juga seperti layar bioskop, seprangkat sofa yang besar pula menghias ruangan itu. Ada kolam renang dipekarangan belakang, kolam yang besar bukan main, Shanti tidak dapat membayangkan berenang di kolam itu, ia belum pernah berenang dikolam renang, ia hanya pernah berenang disungai.

“Kamu istirahat saja dulu Shan. Nanti sore baru kita ngobrol-ngobrol lagi” kata Tuti. Lalu ia berjalan keluar kamar meninggalkan Shanti. Gadis itu duduk di atas ranjang, wah empuk sekali! Ia tersenyum sendiri membayangkan nasibnya, sungguh beruntung sekali ia disayangi seperti itu oleh Tuti. Ia merebahkan dirinya lalu dalam sekejab ia sudah terlelap……
Shanti terbangun oleh belaian Tuti. Jari-jemari Tuti membelai pipinya, Shanti memegang tangan Tuti kemudian menciumnya dengan lembut.
“Terima kasih mbak” bisiknya. Tuti tersenyum.
“Ah tidak apa-apa sayang, aku memang selalu teringat akan kamu dan akhirnya aku nggak tahan lagi. Aku berkata pada suamiku bahwa aku tidak dapat merasakan keriangan tanpa kamu Shan” kata Tuti. Shanti mengecup lagi telapan tangan yang membelainya.

“Kok mbak kimpoi nggak bilang-bilang sih?” tanya Shanti. Tuti tertawa. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir gadis itu dengan lembut. Tuti rindu sekali dengan hembusan napas Shanti dan ia sudah tidak tahan ingin merasakan lidah serta mulut gadis itu. Sudah lama ia rindu pada Shanti, selama ini ia selalu melayani ‘suami’nya dengan baik. Dan sang ‘suami’ juga kelihatan sangat sayang padanya, maka itu ia memberanikan diri untuk meminta ijin mengajak gadis itu tinggal dengannya. Tuti menceritakan semuanya kepada ‘suaminya’ dan tak disangka ‘suaminya’ sangat menyetujui….
“Jadi kamu suka bermain dengan cewek juga?” tanya ‘suaminya’, yang sebetulnya adalah laki-laki yang bernama Rahman dan selama ini memelihara hidup Tuti dan diam-diam mereka melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan isteri pertama laki-laki itu. Tuti mengangguk, ia pasrah jika Rahman meledak marah dan mendampratnya. Tapi yang ia lihat hanya pandangan terpesona saja.

“Ya mas, aku selalu teringat kepadanya, aku sangat mencintainya mas” Jawab Tuti.
“Jadi selama ini kamu tidak cinta padaku?” Tanya Rahman menyelidik.
“Aku mencintaimu melebihi segalanya, semuanya kuberikan dan semuanya kulakukan. Tapi selama mas tidak denganku, aku sering merasa sepi dan…..”
“Dan apa?”
“Dan membayangkan gadis itu” Tuti menjawab terus terang.
“Boleh saja kamu ajak gadis itu, aku akan sangat senang sekali kalau……” Rahman tidak meneruskan kata-katanya. Tuti tersenyum. Ia tahu apa yang dipikirkan Rahman.
“Aku akan mencobanya sayy…. aku juga ingin sekali kalau kamu bisa menikmati keperawanan gadis itu” bisik Tuti.

Rahman lega dan merasa tegang sendiri membayangkan ia digumuli oleh dua wanita, wah tentu lebih luar biasa, selama ini saja ia sudah sangat puas dengan pelayanan Tuti yang sampai kemanapun belum pernah dirasakannya. Tutinya yang begitu hebat diatas ranjang, didalam kamar mandi, dimanapun dan kapanpun ia membutuhkannya, wanita itu selalu akan membuatnya terkulai dalam lautan kenikmatan.
“Mbak…… kok melamun?” bisikan Shanti menyadarkan lamunan Tuti. Wajahnya dekat sekali dengan Shanti dan gadis itu rupanya menanti dari tadi. Tuti tertawa geli lalu tiba-tiba ia memangut bibir Shanti dan melumatnya. Shanti terengah-engah membalas lumatan gadis itu. Ia merasa tangan Tuti mengelus-elus buah dadanya dan ia pun membalas, ia meremas-remas tetek Tuti dengan gemas dan membuat wanita itu merintih-rintih, tak dibutuhkan waktu lama untuk membuat mereka berdua berbugil ria dalam pergumulan panas. Shanti tidak tahu bahwa dilangit-langit kamar ada sebuah bintik hitam sebesar uang logam. Dan semua kejadian dikamar itu dapat disaksikan dari lantai dua rumah itu. Diruang kerja Rahman! Dan sekarang Rahman sedang menahan napas memandang kearah layar besar didalam ruang kerjanya. Tubuhnya tegang dan dirasakan daging dicelananya membengkak. Ia bisa melihat Tuti melucuti pakaian Shanti dan ia bisa melihat bagaimana wanita itu menggerayangi tubuh Shanti dengan penuh nafsu.

Rahman tersengal-sengal menahan nafsu, ia melihat Shanti memangut tetek Tuti dan menyedotnya seperti bayi, dan Tuti dengan kalap menyuruk keselangkangan Shanti dan mulai menggumuli memek gadis itu dengan mulutnya. Rahman tak kuasa menahannya, ia juga ingin merasakan bau memek gadis itu dan bagaimana lendir gadis itu lumer dalam mulutnya, lendir perawan! Ia mengendap-endap turun dan menghampiri kamar Shanti, ruangan sepi sekali dan dibukanya pintu itu, dilihatnya wajah Shanti sedang ditindih oleh bagian bawah tubuh Tuti dan Tuti asyik menjilat-jilat memek Shanti, Rahman dapat melihat dengan jelas bagian dalam memek gadis itu yang kemerahan dan berkilat karena lendir. Ia merangkak masuk dan dengan sebelah tangannya ia mengambil celana dalam Shanti yang tergeletak diujung ranjang. Rahman membawa benda itu kewajahnya dan menciumnya, oohh…. nikmat sekali baunya, bau pesing bercampur dengan bau khas memek seperti punya Tuti, Rahman menjilat bercak kuning dicelana dalam itu dan merasakan rasa asin, ia menjilat terus sampai bercak itu menjadi licin dan berubah menjadi lendir. Tapi ia takut ketahuan, ia segera melemparkan benda itu dan merangkak mundur keluar dari ruangan. Semuanya dilakukan tanpa mereka mengetahuinya, Rahman berdebar-debar membayangkan kapan Tuti dan Shanti akan siap melayaninya bersama-sama.
“Aduh mbaakk, aku keluar lagi mbak…. aduh duh…..” Shanti berkelojotan, memeknya terangkat dan menekan-nekan wajah Tuti, Tuti tidak mau kalah dan mengulek memeknya dengan goyangan yang membuatnya merasa hendak kencing.

“Shaan…. mati aku Shan… ooohh…. terus Shan, terus!” desah Tuti dan Shanti mempercepat tusukan lidahnya dalam memek Tuti, ia menghujamkan mulutnya dan lidahnya menjulur dalam sekali, berkelana disekitar dinding memek wanita itu dan Shanti merasakan cairan masuk kedalam mulutnya dengan mudah, Shanti tidak perduli bahwa itu adalah air kencing yang keluar sedikit dari memek Tuti karena gadis itu membuatnya seperti gila dan entah mengapa ia merasa ingin kencing terus setiap Shanti menjalarkan lidahnya didalam memeknya.
Tuti merasa pinggangnya nyeri karena menahan nikmat yang membuatnya tanpa sadar meliuk-liuk seperti ular, apalagi dirasakannya lubang anusnya ditusuk-tusuk juga oleh jari-jemari gadis itu, ternyata gadis itu sekarang pandai sekali memuaskan dirinya. Tuti juga tidak mau kalah dan ia membuat Shanti berguling sehingga gadis itu sekarang yang berada diatasnya dan dengan leluasa Tuti menjilati cairan bening yang jatuh dari liang memek Shanti, cairan lengket dan hangat terasa asin itulah yang selalu dirindukan Tuti. Enak bukan main rasanya dan Tuti seperti gila menghisap lubang memek gadis itu, lidahnya dengan kaku memasuk kedalam memek Shanti dan membuat gadis itu mengerang, kadang malah Shanti tersentak kesakitan karena lidah Tuti masuk terlalu dalam dan Tuti cepat-cepat mengeluarkan lidahnya, ia lupa bahwa gadis itu masih perawan dan ia ingin Rahman yang memerawani gadis ini, kalau bisa nanti malam.

“Mbakhh…. aah… enak sekali mbak…. aaaaa…. keluar lagi mbak…… aduuuuhhh” Shanti mengerang panjang dan Tuti merasakan cairan bening makin banyak masuk kedalam mulutnya. Tuti menggosok-gosokkan hidungnya di lubang anus Shanti, ia merasa terangsang sekali melihat liang itu dan dijilatinya lubang anus Shanti, Tuti memasukkan jari telunjuknya, membuat Shanti mengerang lagi. Lalu dikocok-kocoknya telunjuk itu di dalam anus Shanti. Gadis itu tersentak-sentak sambil merintih, Shanti merasa mulas tapi ada perasaan nikmatnya juga. Ia mengejan agar jari Tuti lebih mudah masuk kedalam anusnya, Shanti merasa enak sekali dan ia merasa memeknya banjir besar. Sedangkan Tuti dengan lahap menjilati lubang anus Shanti dan bahkan ia menjilati jarinya yang baru keluar dari dalam anus Shanti, ia mencium bau yang baginya enak sekali dan ia menghisap jari itu.

Shanti melakukan hal serupa, ia memasukkan jarinya dan buat Tuti yang sudah terbiasa, kocokkan jari-jari Shanti di dalam anusnya membuatnya orgasme. Apalagi Shanti dengan tanpa jijik menjilat anusnya dan menusuk-nusuk lubang itu dengan lidahnya, Tuti merasakan kenikmatan yang membuat tubuhnya panas dan gemetar. Dengan rintihan panjang Tuti mencapai orgasme lagi dan terkulai lemas. Shanti juga lemas diatas tubuh Tuti. Mereka merasa rindu mereka telah terobati sementara dan Shanti diam-diam memohon agar kejadian seperti ini terus akan terjadi, ia tak ingin kehilangan Tuti lagi, ia tak akan kuasa hidup tanpa wanita yang dapat membuatnya merasakan kenikmatan seperti ini. Shanti menyusukkan kepalanya disela-sela ketiak Tuti, ia sangat merindukan kejadian seperti ini dimana ia merasa terlindungi dan Shanti sangat suka sekali bau ketiak Tuti yang sedang berkeringat dan dengan bernafsu Shanti menjilati keringat yang membasahi bulu-bulu ketiak wanita itu. Shanti mengendus dalam dan menikmati bau khas yang sangat disukainnya, bau khas ketiak wanita kampung, tapi baginya bau ketiak Tuti sungguh merangsang.

Tuti cekikikan kegelian karena jilatan lidah Shanti tapi ia merasa nafsunya bangkit kembali. Tuti memandang lidah Shanti membelai ketiaknya dan menjilati keringatnya dengan lahap, ia terangsang sekali melihat bagaimana gadis itu menghisap-hisap bulu ketiaknya yang lebat, seperti dikeramas saja, pikirnya. Tuti menarik wajah Shanti dan melumat mulutnya, dirasakan bau ketiaknya ada dimulut Shanti dan Tuti melumat habis mulut Shanti, gadis itu pasrah membiarkan lidah Tuti menjalar dan menyelusup kemana suka. Ia merasa jari-jari Tuti mengocok-ngocok didalam liang memeknya dan memeknya licin sekali karena banjir, wanita itu tidak menusuk terlalu dalam dan Shanti merasa nyaman sekali. Tuti membawa jari-jarinya yang berlumuran lendir itu kemulutnya dan kemulut Shanti dan mereka menjilati lendir itu dengan lahap seolah-olah itu adalah tajin yang biasa dimakan bayi. Mereka saling berpelukan dengan mesra dan terlelap dalam rengkuhan kenikmatan.

Ketika bangun, hari sudah senja dan mereka mandi sama-sama dalam kamar Shanti. Tuti mengangumi tubuh Shanti yang benar-benar sedang ranum, matang dan sangat indah, semuanya mulus tanpa cacat. Bulu kemaluannya yang halus, buah dadanya dengan puting merah muda sangat kontras dengan tubuhnya. Tubuhnya sendiri memang masih padat dan serba kencang, tapi ia tak dapat menghindari kegemukan di perutnya, padahal ia sudah senam mati-matian, mungkin inilah karena umur, pikirnya. Sebaliknya Shanti sangat iri melihat tetek Tuti yang begitu besar dan kenyal, walaupun puting susunya juga besar dan kehitaman tapi Shanti tahu banyak sekali laki-laki dikampungnya yang tergila-gila ingin menikmati tubuh Tuti.

“Mbak teteknya besar sekali, kapan aku bisa punya tetek sebesar itu?” Kata Shanti, Tuti tertawa terkekeh-kekeh.
“Ini dulu salah urus, sebenarnya tetekku dulu tidak sebesar ini, tapi ada gara-gara digosok dengan minyak bulus jadi gede kayak gini” Jawab Tuti. Ia tak memberitahu Shanti bahwa dulu germonyalah yang menyuruhnya menggosok teteknya dengan minyak itu.
“Memang bisa?”
“Entahlah, tapi kupikir gara-gara itu sih” mereka terkikik.
“Selesai mandi nanti kita kekamarku yuk” ajak Tuti.
“Ah nanti ada suami mbak” jawab Shanti.
“Ah mungkin dia pulang malam hari ini” jawab Tuti. Ia tak mau Shanti mengetahui rencananya.
“Wah kamar mbak hebat sekali!” seru Shanti kagum melihat kemewahan kamar Tuti. Tuti tertawa dan mengajak gadis itu duduk diatas ranjang besar.
“Heh kamu mau nonton film?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Film?”
“Iya film yang hebat deh” kata Tuti lalu berjalan ke lemari TV yang terletak pas dikaki ranjang. Tuti memasukkan sesuatu ke dalam kotak alat dan kembali duduk bersama Shanti. Ia memeluk Shanti dan gadis itu membalas pelukannya. Tiba-tiba Shanti melotot ketika melihat adegan dalam film itu. Ia melihat dua wanita sedang disetubuhi oleh beberapa lelaki. Ia melihat kedua wanita itu sedang disetubuhi sambil menghisap kontol pria lainnya. Shanti menahan napas, jantungnya berdebar kencang, tubuhnya meriang dan hangat. Tuti merasa gadis itu gemetar.
“Lho…. kok.. kok…. ih mbak! Idiihh besar sekali mbak!” desis Shanti. Tuti diam.
“Jijik mbak…. aduh jijik sekali!” seru gadis itu tatkala melihat salah seorang pria itu menyemprotkan air mani kedalam mulut sang wanita dan wanita itu dengan lahap menjilatnya sambil merengek-rengek manja. Shanti teringat malam jahanamnya dengan Pak Mohan, ternyata ada wanita yang suka sekali dengan itu.

“Oh enak sekali Shan, wah rasanya luar biasa!” kata Tuti. Ia membelai tengkuk Shanti. Shanti bergidik melihat wanita itu kembali menjilati kontol yang baru keluar dari memeknya dan kontol itu dengan ganas menyemburkan cairan kental kedalam mulutnya lagi.
“Aduuhh… geli amat. Kok mau sih…” Suara Shanti bergetar, diam-diam ia merasa ada perasaan aneh merambati tubuhnya. Ia merasa berahinya naik dengan cepat, apalagi Tuti membelai-belai tengkuknya.
“Mbak! Gila ihhh!” Shanti melotot melihat laki-laki lain menusuk lubang pantat wanita itu dan laki-laki lainnya lagi menusuk dari bawah dan dimulut wanita itu tetap tertusuk sebuah kontol hitam. Semua lubang ditubuh wanita itu telah terisi.
“Wah itu yang paling enak Shan, kamu harusnya merasakan bagaimana memek kamu dimasuki kontol Shan… enaknya luar biasa!” Desis Tuti. Wanita itu juga merasa terangsang. Ia melirik ke pintu yang dibiarkan tidak terkunci. Di televisi terlihat adegan dua wanita itu saling memangut kontol hitam dan mereka saling menjilat dan menyuapi satu sama lain. Shanti mendesah, ia merasa meriang sekali dan memeknya banjir besar, Shanti merasa terangsang bukan main melihat bagaimana kedua wanita itu saling membagi air mani laki-laki itu dan laki-laki itu bergantian memompa mulut wanita-wanita itu.
“Mbaakk….. aduh mbak….. nggak tahan aku” Bisik Shanti manja sambil menatap Tuti. Tuti melumat bibir gadis itu.
“Nafsu yaaa….?” Bisiknya. Shanti mengangguk lalu menyurukkan wajahnya ke ketiak Tuti lagi.
Tiba-tiba pintu terbuka dan….. “Wah ada tamu nih?” Suara besar dan berat menyengat Shanti. Ia melompat berdiri dan membenahi roknya yang tersingkap. Tuti tersenyum manis pada laki-laki itu.
“Oh mas, lho kok sudah pulang? Ini kenalkan keponakanku Shanti” Kata Tuti sambil mendorong Shanti mendekat kepada laki-laki tinggi besar itu. Laki-laki yang bertampang seram dengan brewok diwajahnya.

“Ini suamiku Shan, kamu panggil saja Oom Rahman” Kata Tuti.
“Oh Haloo! Wah aku tidak menyangka keponakan kamu cantik begini” Kata Rahman sambil menjabat tangan Shanti. Shanti tersipu menundukkan wajahnya. Rahman duduk diatas ranjang dan membuka sepatunya, matanya menatap televisi.
“Lho kok putar film begitu?” Tanyanya berpura-pura. Tuti tersenyum, Shanti tidak berani memandang, ia malu bukan main.
“Ya iseng saja, lagian aku ingin kasih tahu Shanti bagaimana punya laki-laki itu lho!” Kata Tuti manja sambil membantu melepaskan dasi Rahman.
“Mbaakk….” Shanti melotot.
“Lho? Nggak apa-apa kok Shan. Mas Rahman orangnya sangat terbuka kok. Lagian kami sudah biasa dengan adegan-adegan seperti di film itu” kata Tuti sambil menarik Shanti supaya mendekat. Kemudian ia memeluk Shanti dan mencium mulutnya. Shanti merasa malu dengan perlakuan Tuti tapi ia juga tak ingin menghindar, ia takut Tuti marah. Malah sekarang Tuti meremas buah dadanya dengan perlahan.

“Mbaaakk… malu ah” rengek Shanti.
“Ah tidak apa-apa kok Shan, oom sudah biasa kok” kata Rahman sambil menelan ludah. Ia merasa lidahnya kaku dan sepertinya ia sudah merasakan cairan memek Shanti lumer dimulutnya. Lalu Tuti membuka celana Rahman dan sekaligus memelorotkan celana dalamnya, maka meloncat keluar kontol yang sudah agak tegang. Shanti menutup mulutnya melihat kontol yang lumayan besar dan panjang itu. Wajahnya bersemu merah, ia tidak dapat berkata apa karena malu, ia ingin lari tapi ia takut Tuti tersinggung.
“Nih lihat ini Shan. Ini yang namanya kontol enak? bisik Tuti sambil mengocok pelan kontol Rahman dan Shanti bisa melihat ada lendir bening di kepala kontol itu seperti lendir memeknya. Lalu ia terbelalak melihat Tuti dengan lahap mengulum kontol itu, bahkan Shanti bingung melihat kontol itu lenyap dalam mulut Tuti. Dan Rahman mendengus-dengus sambil memompanya dalam mulut wanita itu. Shanti gemetar menyaksikan pemandangan yang tidak pernah dibayangkannya. Sungguh mengerikan, pikirnya. Apakah begitu enaknya sampai Tuti mau menghisap kontol itu demikian dengan lahapnya?
“Mau cobain Shan? Enak banget….” Tuti menarik gadis itu supaya berlutut juga. Rahman berdiri dan tersenyum pada Shanti. Ia menyodorkan kontolnya yang sudah agak keras itu. Tuti mengambil tangan Shanti dan dipaksanya tangan itu menjamah kontol suaminya. Shanti berusaha menahan tangannya dengan setengah hati. Ia bingung dan gundah, ia merasa memeknya seperti hendak meledak karena berahi yang memuncak tapi ia juga malu dan ia tak ingin berselingkuh dengan suami Tuti, tapi sekarang malah Tuti memaksanya menjamah daging yang seperti dodol itu.
“Nggak apa-apa Shan, suamiku milik kamu juga kok….” bisik Tuti. Kemudian Shanti merasakan daging itu ditangannya, lumayan besar dan kenyal, ada lendir bening keluar dari ujung kontol Rahman, dan Tuti mengusap lendir itu dan memasukkannya ke mulut Shanti, Shanti merasa jijik, tapi ia hanya merasakan asin seperti pejuh Pak Mohan. Lalu Tuti mendekatkan mulut Shanti sambil menekan kepalanya supaya mendekati kontol Rahman. Dan entah bagaimana Shanti pasrah saja ketika kontol itu sudah dalam mulutnya dan bergerak maju mundur. Shanti merasa daging itu hangat dalam mulutnya dan memang kalau dirasa-rasakan enak sekali, seperti mengemut es krim tapi tidak dingin melainkan hangat, hanya sesekali lidahnya merasa.

***TAMAT***

Arsip

Popular Posts